Pengantar Penjelajahan Data Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril As. Al-Qur’an diturunkan selama 23 tahun, mulai dari tanggal 17 Ramadhan/10 Agustus tahun 610 M hingga 9 Dzulhijjah tahun 632 M.
Perjalanan Al-Qur’an dimulai dengan turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Wahyu pertama tersebut adalah surah Al-Alaq ayat 1-5, yang berisi perintah untuk menghimpun, membaca dan menulis.
Setelah wahyu pertama, wahyu-wahyu lainnya terus diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Wahyu-wahyu tersebut kemudian dikumpulkan oleh para sahabat Nabi dan dituliskan pada berbagai media, seperti pelepah kurma, daun lontar, dan batu-batu.
Pada tahun 650 M, Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menyatukan semua wahyu yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Proses ini memakan waktu sekitar dua tahun dan menghasilkan mushaf Al-Qur’an yang pertama.
Al-Qur’an telah mengalami perjalanan panjang hingga sampai ke tangan kita saat ini. Perjalanan tersebut penuh dengan perjuangan dan tantangan, namun Al-Qur’an tetap eksis dan menjadi pedoman hidup umat Islam hingga saat ini.
Bukti Ketulusan (ikhlas) Para Nabi dan Orang-Orang Shiddiq
010.022
Huwa alladzii yusayyirukum fii albarri wa(a)lbahri hattaa idzaa kuntum fii alfulki wajarayna bihim biriihin thayyibatin wafarihuu bihaa jaa’at-haa riihun ‘ashifun wajaa’ahumu almawju min kulli makaanin wazhannuu annahum uhiitha bihim da’awuu Allaaha mukhlishiina lahu a(l)ddiina la-in anjaytanaa min haadzihi lanakuunanna mina a(l)sy-syaakiriin(a)
(Dialah Tuhan yang menjadikan kalian dapat berjalan) menurut suatu qiraat yansyurukum bukannya yusayyirukum (di daratan, berlayar di laut. Sehingga apabila kalian berada di dalam bahtera) di dalam perahu-perahu (dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang di dalamnya) di dalam lafal ini terkandung pengertian iltifat dari mukhathab menjadi ghaib (dengan tiupan angin yang baik) angin yang lembut (dan mereka bergembira karenanya, kemudian datanglah angin badai) angin yang kencang tiupannya dan dapat menghancurkan segala sesuatu yang dilandanya (dan gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah dikepung bahaya) mereka pasti binasa (maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata) yakni berseru (“Sesungguhnya jika) huruf lam di sini bermakna qasam atau sumpah (Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini) dari malapetaka ini (pastilah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”) yaitu akan menjadi orang-orang yang mentauhidkan Allah. (tafsir jalalayn –ind)
Ketulusan (mukhlisiin) adalah salah satu sifat yang dimiliki oleh para nabi dan orang-orang shiddiq. Ketulusan mereka tampak dalam berbagai aspek kehidupan mereka, seperti dalam beribadah, berdakwah, dan berhubungan dengan sesama manusia.
Dalam beribadah, para nabi dan orang-orang shiddiq selalu ikhlas dan khusyuk. Mereka tidak beribadah karena takut akan siksa Allah atau mengharapkan pahala dari-Nya. Mereka beribadah semata-mata karena cinta dan ketaatan kepada Allah SWT.
Illaa ‘ibaada Allaahi almukhlashiin(a) 037.(040,.074, .128, 160)
Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan dari sebarang syirik, (maka mereka akan terselamat, dan akan mendapat sebaik-baik balasan).
Dalam berdakwah, para nabi dan orang-orang shiddiq selalu berdakwah dengan penuh kesabaran dan kelembutan. Mereka tidak memaksakan orang lain untuk mengikuti ajaran mereka. Mereka hanya menyampaikan kebenaran dan mengajak orang lain untuk berbuat baik.
Dalam berhubungan dengan sesama manusia, para nabi dan orang-orang shiddiq selalu bersikap adil dan bijaksana. Mereka tidak membedakan antara orang kaya dan miskin, antara orang yang dekat dan orang yang jauh. Mereka selalu berbuat baik kepada semua orang.
Ketulusan para nabi dan orang-orang shiddiq merupakan (uswatun hasanah) teladan yang patut kita tiru. Dengan ketulusan, kita akan dapat menjalani hidup dengan lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain.
shiraatha alladziina an’amta ‘alayhim ghayri almaghdhuubi ‘alayhim walaa a(l)dh-dhaalliin(a)
Dijalan orang orang yang Engkau beri kenikmatan; bukannya orang orang yang patut mendapat kemurkaan, dan bukan juga orang orang yang tersesat jalan.
Kenikmatan Menjadi Hamba
Menjadi hamba Allah SWT adalah sebuah kenikmatan yang sangat besar. Dengan menjadi hamba Allah, kita akan mendapatkan berbagai macam nikmat, baik di dunia maupun di akhirat.
Di dunia, kita akan mendapatkan nikmat berupa kesehatan, keselamatan, rezeki yang halal, dan kebahagiaan. Kita juga akan mendapatkan nikmat berupa petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT.
Di akhirat, kita akan mendapatkan nikmat berupa surga yang penuh dengan kenikmatan. Kita juga akan mendapatkan nikmat utama berupa keridhaan Allah SWT dan bertemu dengan NYA.
Kenikmatan menjadi hamba Allah SWT dapat kita rasakan jika kita selalu taat dan patuh kepada Allah SWT. Kita juga harus selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Mengetahui Keberadaan Allah
Keberadaan Allah SWT dapat diketahui melalui berbagai macam cara, baik melalui akal, hati, maupun melalui wahyu.
Melalui akal, kita dapat mengetahui keberadaan Allah SWT dengan melihat keteraturan dan kesempurnaan alam semesta. Alam semesta yang begitu luas dan kompleks tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Alam semesta pasti diciptakan oleh Pencipta yang Mahakuasa, yaitu Allah SWT.
Huwa alhayyu laa ilaaha illaa huwa fa(u)d’uuhu mukhlishiina lahu a(l)ddiina alhamdu lillaahi rabbi al’aalamiin(a) QS.040.065
“Dia sahajalah yang Hidup; tidak ada tuhan melainkan Dia. Kamu mestilah sembah Dia sahaja, mengabdikan agama kamu betul betul kepadaNya sahaja. Segala kepujian bagi Allah, Tuhan bagi semesta alam.”
Melalui hati, kita dapat merasakan keberadaan Allah SWT dengan cara merenungi kebesaran dan keagungan Allah SWT. Ketika kita merenungi kebesaran dan keagungan Allah SWT, kita akan merasakan kehadiran Allah SWT dalam hati kita.
Melalui wahyu, kita dapat mengetahui keberadaan Allah SWT dengan cara membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berulang kali menegaskan keberadaan-Nya. Sebagaimana imam Hasan Al-Basri rahimahullah berkata, “Jika kau ingin Allah bicara padamu; maka bacalah Al-Quran. Dan jika kau ingin bicara pada Allah; maka shalatlah.”
Dengan mengetahui keberadaan Allah SWT, kita akan menjadi manusia yang lebih baik. Kita akan semakin taat dan patuh kepada Allah SWT. Kita juga akan semakin bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Menemukan Mutiara Hikmah, Menyusuri Kedalaman Al-Qur’an, Menjadikan Quran Imam
Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, adalah lebih dari sekadar kumpulan ayat tertulis; ia adalah samudra hikmah yang tak bertepi. Menemukan mutiara hikmah di dalamnya merupakan perjalanan spiritual yang memikat, menuntut kesungguhan dan keterbukaan hati.
Dalam menyusuri kedalaman Al-Qur’an, pertama-tama adalah dengan tadabbur: renungkanlah ayat-ayatnya, jauh lebih dari sekadar membacanya. Carilah makna tersembunyi di balik kata-kata, pahami konteks turunnya ayat, dan hubungkan dengan situasi serta tantangan kehidupan. Selanjutnya, pelajarilah tafsir-tafsir dari para ulama terkemuka, namun jangan terjebak pada satu tafsir saja. Gunakan tafsir sebagai alat untuk memahami, bukan sebagai pengganti pemahamanmu sendiri. Terakhir, lakukan muhasabah: introspeksi dirimu sendiri. Apakah ayat-ayat yang kau baca menyentuh hatimu? Apakah ia mengoreksi perilaku dan pemikiranmu? Apakah ia mendorongmu untuk menjadi insan yang lebih baik?
Menjadikan Al-Qur’an sebagai imam dalam hidupmu adalah suatu keharusan. Buatlah Al-Qur’an sebagai pedoman dalam segala aspek kehidupanmu. Mintalah petunjuknya dalam setiap keputusan, carilah solusi masalah di dalam ayat-ayatnya. Gunakan Al-Qur’an sebagai pengingat akan akhirat, akan nikmat dan siksa Allah, untuk menjaga dirimu dari kemaksiatan dan mendorongmu menuju ketaatan. Biarkan Al-Qur’an membentuk karaktermu, tirulah akhlak para nabi dan rasul yang diceritakan di dalamnya, dan belajarlah dari kisah keteguhan, kesabaran, dan keikhlasan mereka.
Menemukan mutiara hikmah dalam Al-Qur’an bukanlah perjalanan singkat, melainkan proses seumur hidup. Namun, setiap langkah yang kau ambil, setiap ayat yang kau tadabburi, akan membawa cahaya dan keberkahan ke dalam hidupmu. Jadikanlah Al-Qur’an imam-mu, temanmu, dan pelipur laramu, dan saksikanlah bagaimana ia akan membimbingmu menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ingatlah pesan yang luhur dari Al-Qur’an, bahwa ia adalah kitab yang mulia, tersimpan dalam Lauh Mahfuzh, hanya tersentuh oleh orang-orang yang disucikan. (056:
“Katakanlah, ‘Al-Qur’an itu petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.'” (QS. Al-Jasyiyah: 17) dan
“Dan Al-Qur’an itu adalah bacaan yang penuh keberkahan, maka bacalah dia dan bersungguh-sungguhlah kamu dalam membacanya, agar kamu mendapat bagian.” (QS. Al-Muzzamil: 2-4). Semoga Allah mudahkan langkahmu dalam menyusuri kedalaman Al-Qur’an dan menemukan mutiara hikmah yang tersembunyi di dalamnya.